15 Februari 2011

KASIHAN...! TIKUS, KAMBING DAN BUAYA PUN MENANGIS

Kedengarannya memang aneh. Untuk apa kita mengasihani binatang-binatang itu. Namun demikianlah kenyataannya. Sesungguhnya tikus, kambing dan buaya memang patut dikasihani. Ketiga binatang itu selalu menjadi “korban” ketidakadilan, “korban” ketamakan dan “korban” ketidak bertanggungjawaban manusia.

Tikus selalu diidentikkan dengan koruptor. Musuh Negara dan perusak moral bangsa. Perilaku koruptor itu mirip perilaku tikus. Senang mengerat dan merusak barang-barang secara sembunyi-sembunyi serta mengacak-acak sesuatu yang telah tersusun rapi. Sebenarnya bukan salah tikus. Tikus tidak pernah menjadi guru bagi para koruptor. Tikus juga tidak pernah meminta manusia untuk mengikuti perilakunya. Tetapi mengapa setiap media massa menayangkan tentang kejahatan koruptor, selalu saja disangkut pautkan dengan dirinya. Perhatikan saja, setiap ada pemberitaan tentang koruptor di televisi, pasti gambar si tikus akan muncul bersama foto sang koruptor. Bahkan bila foto sang koruptor tak kunjung ditayangkan, maka gambar si tikus pasti tetap dimunculkan. Menampilkan gambar tikus dalam pemberitaan korupsi, seakan menjadi sesuatu keharusan. Kasihan tikus. Mereka harus menanggung derita dan menjadi “korban” keserakahan dan ketidak bertanggung jawaban manusia.

Tikus bukanlah satu-satunya binatang yang selalu di “korbankan” manusia. Kambingpun bernasib sama. Manusia sering menjadikan kambing ---khususnya kambing hitam— sebagai “korban” dalam pelariannya dari tanggung jawab. Perhatikan sekeliling kita. Ada orang yang sering lari dari tanggung jawab, mengorbankan teman sendiri, berani berbuat tetapi tidak berani bertanggung jawab, bila berhasil ia busungkan dada tapi jika gagal kesalahanya dilemparkan kepada orang lain yang tak berdosa. Itulah type manusia yang sering mencari kambing hitam. Kasihan kambing hitam. Mereka menjadi “korban” manusia yang ingin enaknya sendiri dan tak berani memikul tanggung jawab.

Satu lagi binatang yang juga memiliki nasib serupa. Ia adalah buaya. Para wanita yang kecewa atau tidak puas dengan perilaku pasangannya yang play boy, tukang gombal, hidung belang, dll. Sering menyebutnya dengan buaya darat. Entah sudah ada atau belum eksperimen yang meneliti perilaku buaya terhadap pasangannya. Namun entah mengapa buaya sudah harus menanggung aib atas dosa para lelaki yang berperilaku tidak setia. Kasihan buaya. Mereka hanya “korban” prasangka dan kemarahan manusia.

Tulisan ini tidak sedang mencoba membela kalangan binatang yang senantiasa “dicatut nama baiknya”. Sebagai makhluk yang diciptakan paling mulia, cobalah kita bersikap bijak. Tempatkan sesuatu pada porsinya. Jangan meniru perilaku binatang, karena selain makhluk paling mulia sesungguhnya manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna. Belajarlah untuk memikul tanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukan. Sesungguhnya setiap sikap dan perilaku manusia tak pernah luput dari pengawasan-Nya (SQ).